Invalid Date
Dilihat 20 kali
Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di lokasi pertemuan beberapa lempeng tektonik global, seperti Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, serta Laut Filipina (Hall, 2002). Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu wilayah di bagian timur Indonesia yang memiliki struktur tektonik yang kompleks. Selain itu, Sulawesi Tengah juga merupakan salah satu kawasan yang rentan terhadap terjadinya gempa bumi di Indonesia, Gempa bumi ini disebabkan oleh pergerakan Sesar Palu Koro (Supartoyo dan Surono, 2008).
Palu-Koro adalah sesar yang paling aktif di Indonesia. Kekuatan sesar ini bahkan bisa tiga kali lebih besar dibandingkan dengan pergerakan sesar lainnya, sehingga kemungkinan terjadinya gempa bumi sangat tinggi (Marjiyono & Soehaimi, A. 2013). Jalur sesar aktif seperti Sesar Palu-Koro juga melintas dekat kawasan ini. Peristiwa gempa dan tsunami Palu 2018 menjadi pengingat nyata betapa tingginya risiko bencana alam di wilayah ini gempa dan tsunami, risiko bencana lain seperti banjir pesisir (rob), likuefaksi, serta tanah longsor.
Dengan kondisi geografis Desa Limboro yang berada di kawasan pesisir dan dekat dengan jalur Sesar Palu-Koro yang aktif, risiko terjadinya gempa bumi, tsunami, dan bencana ikutan seperti likuefaksi menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan desa. Oleh karena itu, upaya mitigasi bencana di wilayah ini menjadi sangat penting untuk terus ditingkatkan.
Salah satu contoh bencana yang berpotensi adalah bencana gempa bumi. Desa Limboro di Kabupaten Donggala berada di wilayah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi, terutama terhadap gempa bumi tektonik akibat aktivitas Sesar Palu-Koro yang merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia. Risiko bencana gempa dapat memicu dampak ikutan seperti tsunami dan likuefaksi yang membahayakan keselamatan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan desa.
Oleh karena itu, mitigasi bencana melalui peningkatan
kapasitas masyarakat, peningkatan kesadaran, penataan ruang berbasis risiko,
serta pemetaan detail wilayah menjadi langkah penting yang harus dilakukan.
Dengan perpetaan yang baik, pemerintah desa dan masyarakat dapat mengetahui
zona rawan, serta mengambil langkah pencegahan yang tepat untuk meminimalkan
dampak bencana di masa depan. Mitigasi yang terencana dan berbasis data menjadi
kunci mewujudkan desa yang lebih aman, tangguh, dan siap menghadapi potensi
bencana.
Berdasarkan hasil perpetaan kerawanan bencana gempa bumi di Kecamatan Banawa Tengah, Desa Limboro termasuk ke dalam wilayah dengan tingkat kerawanan gempa bumi yang tergolong kelas 3, ditandai dengan warna oranye pada peta. Hal ini berarti Desa Limboro memiliki potensi mengalami guncangan gempa dengan intensitas sedang hingga kuat apabila terjadi pergerakan pada Sesar Palu-Koro, yang melintas tidak jauh dari wilayah Donggala. Meskipun tidak termasuk ke dalam zona merah dengan risiko gempa tertinggi, posisi Limboro yang berada di pesisir utara menjadikannya tetap rentan terhadap getaran gempa yang bisa memicu kerusakan bangunan, longsor lokal, hingga tsunami apabila gempa terjadi di laut.
Selain memiliki potensi gempa bumi tektonik akibat pengaruh aktivitas Sesar Palu-Koro, Desa Limboro juga memiliki risiko terdampak bencana likuefaksi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi geomorfologi Limboro yang sebagian wilayahnya berada di kawasan dataran rendah dekat pantai, dengan jenis tanah berlapis endapan aluvial dan material lepas yang jenuh air. Struktur tanah seperti ini umumnya rentan mengalami penurunan daya dukung apabila terjadi guncangan gempa yang kuat, sehingga berpotensi mencair dan mengakibatkan permukaan tanah bergeser atau ambles mendadak (down lift/land subsidence).
Fenomena likuefaksi pernah terbukti memicu kerusakan parah
pada gempa Palu 2018, yang lokasinya masih dalam satu jalur tektonik dengan
Donggala. Oleh karena itu, memahami bagaimana distribusi potensi likuefaksi di
Desa Limboro sangat penting sebagai dasar penataan ruang, pembangunan
permukiman yang lebih aman, serta penyusunan jalur evakuasi yang tepat. Potensi
kerawanan ini dapat dilihat lebih jelas pada peta kerawanan bencana yang
disusun untuk wilayah Kecamatan Banawa Tengah.
Sedangkan pada Peta Kerawanan Bencana Likuefaksi di Kecamatan Banawa Tengah, terlihat bahwa kawasan pesisir memiliki tingkat kerawanan likuefaksi yang lebih tinggi. Warna merah pada peta menunjukkan zona dengan indeks bahaya likuefaksi kelas 4 hingga 5 (tinggi hingga sangat tinggi), sedangkan warna kuning menunjukkan zona dengan bahaya sedang hingga rendah. Desa Towale, yang terletak di sebelah barat laut kecamatan dan berdekatan dengan garis pantai, sebagian besar berada di zona merah dan kuning ini. Hal ini menunjukkan bahwa Towale sangat rentan terhadap fenomena likuefaksi apabila terjadi gempa besar, karena kondisi tanah dataran rendah di sepanjang pesisir umumnya berupa endapan aluvial yang jenuh air dan mudah mengalami pencairan tanah saat diguncang.
Desa Limboro memiliki potensi banjir yang tergolong tinggi
dan menjadi salah satu wilayah rawan genangan di Kecamatan Banawa Tengah.
Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, hujan yang berlangsung lebih dari
dua jam tanpa henti hampir selalu menyebabkan banjir, terutama di kawasan
rendah dan sekitar jalur aliran air utama. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
drainase alami maupun buatan di desa tersebut belum mampu mengalirkan air hujan
secara efektif, sehingga air menggenang dan masuk ke pemukiman warga.
Banjir yang terjadi pada tanggal 6 Juli 2025 di Desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, mengakibatkan genangan air yang cukup luas di sepanjang aliran Sungai Mongo. Berdasarkan peta luapan banjir, daerah yang tergenang terutama berada di sekitar badan sungai, termasuk area permukiman yang ditandai dengan warna ungu sebagai rumah terdampak. Genangan air meluas ke area permukiman padat dan menyebabkan dampak signifikan terhadap kehidupan warga. Sumber data peta ini berasal dari observasi langsung warga terdampak, platform imageportal, dan citra World Imagery dari ArcGIS.
Kerugian yang terjadi didominasi oleh kerusakan material (41,2%), pertanian dan peternakan (11,8%), serta kategori lain-lain (35,3%). Akses air bersih juga terganggu, dengan 25% warga melaporkan air keruh dan 6,3% belum teridentifikasi sumber airnya. Dari sisi kesehatan, mayoritas warga terdata dalam kondisi sehat, namun 31,3% mengalami gangguan ringan seperti demam dan gatal-gatal. Data juga menunjukkan bahwa perempuan (50,8%) lebih banyak terdampak daripada laki-laki, dan kelompok usia paling terdampak adalah 18–50 tahun (47,5%).
Sebaran rumah terdampak meliputi 73,6% rumah di Dusun III dan 33,3% rumah di Dusun IV. Data ini sangat penting untuk mendukung mitigasi bencana dan menjadi dasar penyusunan langkah pencegahan ke depan. Secara keseluruhan, infografis dan peta ini memberikan gambaran jelas mengenai dampak banjir dan menjadi alat strategis untuk perencanaan tanggap darurat serta pengurangan risiko bencana di masa mendatang.
Sebagai wilayah pesisir yang berbatasan langsung dengan laut, Desa Limboro memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap ancaman bencana tsunami. Letaknya yang berdekatan dengan zona subduksi membuat kawasan ini secara geologis berpotensi mengalami gempa bumi kuat yang dapat memicu tsunami. Berdasarkan hasil kajian historis dan observasi kondisi geografis, penting untuk melakukan identifikasi wilayah-wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap dampak tsunami. Oleh karena itu, pemetaan potensi tsunami di Desa Limboro menjadi langkah awal yang krusial dalam upaya mitigasi bencana, guna mendukung kesiapsiagaan masyarakat dan perencanaan tanggap darurat yang lebih terarah. Berikut ini adalah visualisasi peta potensi tsunami yang menggambarkan area yang berisiko jika terjadi gelombang tsunami di wilayah tersebut.
Berdasarkan peta rawan tsunami yang dibuat untuk wilayah Desa Limboro dan sekitarnya, terlihat bahwa hampir seluruh garis pantai wilayah ini memiliki potensi ancaman tsunami yang cukup tinggi. Wilayah pesisir seperti Boneoge, Towale, dan Limboro termasuk dalam zona berwarna merah, yang menunjukkan tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman tsunami. Hal ini disebabkan oleh letak geografis wilayah yang langsung berbatasan dengan laut lepas, menjadikannya sangat rentan apabila terjadi gempa bumi tektonik bawah laut. Data ini diperoleh dari pemrosesan citra satelit melalui Inageoportal dan World Imagery ArcGIS serta didukung oleh data batas administrasi desa. Peta ini sangat penting untuk mendukung kegiatan mitigasi, seperti perencanaan jalur evakuasi, pembangunan tempat evakuasi sementara (TES), dan peningkatan kesadaran masyarakat pesisir terhadap bahaya tsunami yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Pengetahuan tentang area berisiko tinggi seperti ini memungkinkan adanya tindakan preventif yang lebih terarah dan strategis untuk mengurangi potensi korban jiwa dan kerugian material.
Bencana selanjutnya Desa Limboro yang berada di Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, merupakan wilayah dengan kondisi topografi yang cukup bervariasi. Salah satu ciri khasnya adalah keberadaan perbukitan yang tersebar di sejumlah titik desa. Kondisi ini menjadikan Limboro memiliki potensi bencana tanah longsor yang cukup signifikan, terutama saat musim hujan atau ketika curah hujan tinggi dalam waktu yang cukup lama. Tanah di daerah perbukitan yang labil, kemiringan lereng yang curam, serta adanya pembukaan lahan tanpa penguatan struktur tanah menjadi faktor utama pemicu longsor.
Selain risiko tsunami, wilayah Desa Limboro dan sekitarnya juga menunjukkan tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana tanah longsor, terutama pada daerah yang memiliki topografi perbukitan dan kemiringan lereng curam. Peta rawan longsor ini menunjukkan area dengan nilai kerentanan tinggi (berwarna merah) yang tersebar luas di wilayah Boneoge, Kola-Kola, dan Lumbudolo. Sementara itu, area dengan risiko sedang (berwarna oranye) dan rendah (berwarna kuning) lebih tersebar di daerah bagian barat seperti Towale dan Limboro bagian pesisir. Informasi ini dihasilkan dari analisis spasial terhadap kemiringan lereng, penutupan lahan, dan elevasi menggunakan data dari Inageoportal dan citra World Imagery ArcGIS. Peta ini sangat krusial untuk mendukung perencanaan tata ruang, terutama dalam mencegah pembangunan di daerah-daerah rawan longsor dan merancang sistem drainase yang tepat. Dengan adanya peta ini, masyarakat dan pemerintah desa dapat melakukan upaya mitigasi seperti reboisasi, pembangunan tanggul penahan longsor, dan edukasi masyarakat tentang tanda-tanda awal tanah longsor. Kedua peta ini menjadi dasar penting dalam penyusunan rencana pengurangan risiko bencana secara komprehensif di Desa Limboro.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, Robert. 2002. Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of SE Asia and The SW Pacific : Computer-Based Reconstructions, Model and Animation. Journal of Asian Earth Sciences. Pergamon.
Marjiyono & Soehaimi, A. (2013). Struktur geologi bawah permukaan dangkal berdasarkan interpretasi data geolistrik (Studi Kasus Sesar Palu Koro). JSD Geo-Hazard. Vo.23 No.1
Supartoyo, dan Surono. 2008. Katalog Gempa Bumi Merusak di
INdonesia tahun 1629-2007. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Penulis : Dinda Kurnia Ayu Nuriyani (UNTAD), Alifah Aulia Maghfiroh (UGM)
Bagikan:
Desa Pasui
Kecamatan Buntu Batu
Kabupaten Enrekang
Provinsi Sulawesi Selatan
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini